Unik tapi Fakta -SEMUANYA diawali dari obrolan di dalam taxi, saat Naif al Mutawa dan kakaknya menyusuri sepotong jalan di London, pada musim panas 2003. Muttawa, lelaki asal Kuwait itu, merasa lelah dengan pekerjaannya sebagai psikolog klinis. Selama ini dia tekun merawat tahanan politik korban penyiksaan akibat perang, di Rumah Sakit Bellevue, New York.
Dia sebetulnya adalah doktor untuk bidang itu dari Long Island University. Gelar masternya pun dipetik dari Columbia. Tapi, Mutawa jenuh. Dia mengambil jeda, dan kembali ke kampus untuk masuk program MBA, tanpa rencana pasti apa yang akan dilakukannya setelah itu.
“Naif,  berjanjilah kamu akan kembali menulis,” ujar kakaknya seperti  diceritakan kembali oleh Muttawa. Menulis sebetulnya adalah bakat besar  Muttawa. Bukunya “To Bounce or not to Bounce” memenangkan hadiah Sastra  Anak dari Unesco pada 1997. Dia dinilai sangat fasih bicara toleransi.
Ucapan  kakaknya itu menyengat Mutawa. “Kalau aku kembali menulis, maka karya  itu harus kuat seperti Pokemon,” ujar Muttawa, menyinggung tokoh komik  anak-anak dunia itu. Lalu pikiran itu mulai berkelebat. Dia merasa dunia  Islam punya banyak sumber mengagungkan toleransi. Dia teringat harta  karun besar dari dunia Islam: perpustakaan Baghdad dan Alexandria di  abad ke-14, yang tak hanya memuat pengetahuan Islam tapi juga dari  peradaban non-Muslim.
“Saya lalu teringat 99 Sifat Allah,” Mutawa  melanjutkan. Lalu cerita tentang Pokemon membayanginya, dan pada akhir  perjalanan itu, satu ide tentang komik yang lalu merajai dunia Islam  lahir.
***
Begitulah konsep “the 99” lahir. Muttawa lalu  menciptakan serial kisah superhero yang memadukan fiksi dan peristiwa  sejarah Islam, dengan muatan nilai universal. Diilhami oleh 99 sifat  Allah, kisah “the 99” beranjak dari pertarungan kebaikan versus  kejahatan. Kisah dimulai dari batu 99 yang pecah tersebar di sekujur  bumi, dan setiap pecahan memuat satu sifat Allah.
Konteks cerita  itu adalah abad ke empat belas dan lima belas, tatkala Baghdad  dihancurkan Spanyol, dan lalu aksi dari 99 tokoh dari sembilan puluh  sembilan negara berbeda yang menjadi superhero karena memiliki pecahan  batu keramat itu. Tokoh-tokohnya tak semua dari Arab, tapi Muslim dari  berbagai negara.
Misalkan, Jabbar si raksasa asal Arab Saudi  dengan kekuatan fisik luar biasa. Lalu muncul Darr, pemuda cacat dari  Amerika Serikat. Dia mampu memanipulasi mental lawannya. Ada pula si  cantik pengendali cahaya, Noora. Dan karakter misterius, Batina.
Satu  per satu jagoan lainnya muncul di seluruh penjuru bumi. Mereka  bergabung di bawah komando sang peneliti yang haus pengetahuan, Dr.  Ramzi. Energi maksimal melawan kejahatan akan mereka dapatkan jika  menggabungkan kekuatan.
Mutawa cukup lincah memadukan unsur laga  penuh aksi, perjuangan tanpa henti mengungkap konspirasi, dan  memberantas kejahatan dalam “The 99”. Dia mampu menyihir pembaca dari  Maroko hingga Indonesia. Itu sebabnya, Majalah Forbes mengukuhkan serial  komik ini sebagai satu dari 20 produk berpengaruh pada 2008.
Meskipun  para tokoh tampil bak X-Men dengan racikan nilai syariah, tapi komik  ini tidak berpretensi menjadi komik Islam.  “Saya ingin menyebarkan  nilai tenggang rasa, keberagaman, dan tidak menghakimi yang ada dalam  ajaran Islam dan juga dipercaya secara universal,” kata al-Mutawa  melalui surat elektronik kepada VIVAnews, akhir Oktober lalu.
Benar,  Mutawa memilih Islam sebagai latar seluruh tokohnya karena dia seorang  Muslim. Dia menegaskan cerita The 99 bukan komik religius. Inilah yang  membuat komik itu sukses menembus pasar negara-negara Barat di tengah  gelombang fobia Islam. Raksasa industri komik di Amerika Serikat,  Marvel, bahkan melirik komik ini.
Tampilan komik ini sebetulnya  juga “sangat Amerika”. Maklumlah, Mutawa juga melibatkan sejumlah  veteran komik dari negeri Abang Sam itu. Sebutlah penulis X-Men Fabian  Nicieza, juru gambar Batman Dan Panosian, juru gambar Hulk John McCrea,  dan pewarna Monica Kubina. Nama-nama ini pernah bekerja di Marvel atau  DC Comics.
***
Yang menarik, komik itu menampilkan satu  superhero asal Indonesia: Fattah. Nama asli tokoh rekaan itu adalah Toro  Ridwan. Al-Mutawa mengaku tidak mungkin melewatkan Indonesia dari  daftar 99 negara asal pahlawannya. “Indonesia dengan populasi Muslim  terbesar di dunia merupakan pasar penting. Indonesia adalah juga  satu-satunya negara Muslim yang memiliki budaya komik,” ujarnya.
Tokoh  Fattah ini muncul dalam buku keenam “The 99”. Dikisahkan, hampir seumur  hidupnya Toro Ridwan bekerja sebagai pelayan di  satu kedai makan di  Padang, Sumatra Barat. Usianya sekitar 22 tahun. Toro selalu berpikir  hidupnya datar dan membosankan. Diam-diam, anak muda slengekan itu  mengangankan petualangan besar yang bisa membawanya keliling dunia.
Suatu  hari, Toro mampir ke satu toko loak sepulang bekerja. Puas  mengaduk-aduk barang bekas pakai, Toro menemukan sebuah sabuk berhias  batu mulia imitasi, dan membeli barang yang dianggapnya keren itu.
Baik  Toro maupun pemilik toko tidak tahu batu di gesper sabuk itu bukanlah  batu biasa. Apalagi imitasi. Batu itu adalah satu dari 99 Permata Nur  yang berisi rahasia ilmu pengetahuan. Tanpa dia sadari, Toro telah  mengambil langkah besar yang akan mengubah hidupnya.
Keesokan  harinya, Toro menyelesaikan tugasnya mencuci piring dengan perasaan  jemu. Dia melangkah keluar kedai makan, sambil berharap bisa memperoleh  cuti panjang, dan pergi melancong ke tempat jauh. Alangkah terkejut,  ketika mendadak dia menemukan dirinya berada di satu gunung bersalju.  Toro mundur, dan kembali berada di pintu keluar restoran tempat dia  bekerja.
Selama beberapa pekan, Toro baru sadar dia memiliki  akses ke seluruh dunia berkat batu permata di sabuknya. Lelaki setinggi  168 centimeter ini terus berlatih membuka portal ke mana saja. Saat  mengetahui keberadaan regu pahlawan super “The 99”, Toro memutuskan  pergi ke markas kelompok itu di Paris.
Pemuda berambut hitam ini  bergabung dengan Raqib dari Kanada, Noora, Jabbar, dan lainnya. Mereka  bersatu menciptakan dunia damai dan sejahtera, melawan tokoh antagonis  Rughal dan antek-anteknya di Nahomtech Corporation. Toro mendapat  julukan “Fattah”. Artinya, jalan pembuka menuju kemenangan.
“Saat  Islam mulai menyebar, agama ini disebut Fath atau pintu. Inilah alasan  mengapa Fattah berasal dari Indonesia, karena Indonesia adalah Fath  terbesar dalam sejarah,” tutur Mutawa yang pernah berkunjung ke  Indonesia pada 2007 silam ini. “Toro Ridwan adalah Fattah dan dia mampu  membuka pintu bagi teman-temannya. The 99.”
***
Selain  nilai-nilai Islam, Al-Mutawa juga memasukkan sejarah dunia dalam “The  99”. Setiap pahlawan super, dalam komik ini adalah wujud kebajikan, dan  pengetahuan tersimpan dalam perpustakaan Dar Al-Hikmah di Baghdad, yang  dihancurkan tentara Hulagu Khan pada 1258.
Pengalaman al-Mutawa  merawat bekas tahanan perang di Kuwait, dan pasien unit Penyiksaan  Politik di Rumah Sakit Bellevue New York itulah yang membuka mata Mutawa  mengenai bahaya intoleransi. Sebagian besar pasiennya, adalah korban  perang Irak yang lari dari penyiksaan rezim Saddam Hussein.
Kontak  langsungnya dengan orang yang disiksa akibat perbedaan agama dan  pandangan politik meresahkan al-Mutawa. Dia memilih menulis untuk  mengemukakan pendapat dan menciptakan teladan baru di dunia, terutama di  Arab.
“Saya muak mendengar cerita orang-orang yang dikecewakan  idola mereka. Saya memutuskan melakukan sesuatu,” ujarnya.
Keputusan  ayah lima anak ini semakin kukuh karena prihatin melihat bacaan  anak-anak di Timur Tengah. Di Nablus, Palestina, al-Mutawa pernah  melihat album gambar tempel berjudul ‘Album Intifada’ berisi foto  anak-anak yang terluka dan tangisan para ibu di tengah serbuan tank baja  Israel. Teks berisi ajakan menjadi martir melengkapi gambar itu.
Hanya  dalam empat bulan, buku itu sukses terjual hingga 40 ribu album  lengkap, dengan 12 juta stiker. Penulisnya, seorang pendukung Hamas,  membantah telah menyebarkan kebencian dan menyatakan bukunya hanya  menampilkan apa yang setiap hari terjadi. Al-Mutawa menolak potret  pahitnya kehidupan dalam ‘Album Intifada’ kepada anak-anaknya. Dia  semakin bersemangat menggarap “The 99”.
***
Tiga tahun  setelah pertama diterbitkan oleh Kelompok Media Teshkeel pada Juni 2006,  komik ini meraih sukses. Gebrakan pertamanya didukung oleh 54 investor  dari 8 negara, dengan biaya sekitar 8 juta dollar AS. Dana itu dari para  pengusaha AS, Meksiko, China, Lebanon, Polandia, dan Mesir.
Kini,  komik itu beredar lebih dari setengah juta kopi di pelbagai negara. Di  Indonesia, Teshkeel menggandeng Grup Femina menerbitkan edisi bahasa  Indonesia.
 
